Rombongan Maharaja tersebut, yang terdiri dari keluarga dan pengikut setianya, berlayar melintasi perairan yang berbatasan dengan Myanmar.
Di antara pengikutnya terdapat seorang pengawal yang sakti bernama Si Karo, yang kelak menjadi tokoh sentral dalam cerita ini.
Si Karo menikah dengan putri Maharaja bernama Miansari.
Perjalanan mereka penuh liku-liku, dan dalam suatu peristiwa dramatis, rombongan itu terpencar dan terdampar di pulau berhala.
Di pulau inilah Si Karo dan Miansari bersama tujuh orang lainnya terpisah dari rombongan Maharaja.
Dengan menggunakan rakit, mereka akhirnya tiba di sebuah pulau yang kemudian diberi nama 'Perbulawanen,' yang artinya perjuangan, dan kini dikenal sebagai daerah Belawan.
Menetap di Dataran Tinggi Karo:
Perjalanan mereka tidak berakhir di situ. Mereka melanjutkan perjalanan menyusuri sungai Deli dan Babura hingga sampai ke Gua Umang di Sembahe.
Setelah beberapa waktu, mereka memutuskan untuk menetap di dataran tinggi, yang kemudian menjadi asal mula perkampungan di Dataran Tinggi Karo.
Pernikahan antara Si Karo dan Miansari melahirkan tujuh anak, enam di antaranya adalah perempuan (Corah, Unjuk, Tekang, Girik, Pagit, dan Jile).