Sejarah Panjang Berdirinya Bank Indonesia

- 15 Mei 2024, 19:41 WIB
Sejarah Panjang Berdirinya Bank Indonesia
Sejarah Panjang Berdirinya Bank Indonesia /ilustrasi/

Malanghits.com - Bank Indonesia adalah bank sentral di Indonesia yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas nilai atau kurs mata uang yaitu rupiah.

Bank Indonesia tentunya berbeda dengan bank konvensional pada umumnya.

Bank Indonesia yang ditetapkan sesuai Pasal 23D Undang-Undang Negara Republik Indonesia dan UU Nomor 23 Tahun 1999.

Baca Juga: Menelusuri Jejak Prabu Jayabaya, Pemimpin Termasyhur di Kerajaan Kediri

Meski begitu, sejarah bank di Indonesia sudah dimulai sejak masa kolonial. Sejarah perbankan di Indonesia pun terus mengalami perkembangan hingga era Reformasi.

Seiring berjalannya waktu, Bank Indonesia mengalami kemajuan dan memiliki kewenangan sesuai dalam perundang-undangan.

Sejarah Bank Indonesia

Baca Juga: Sejarah Kawasan Cikini yang Menyimpan Banyak Cerita dari Masa Lalu

Bank van Courant Pada 1746, berdiri bank pertama di Indonesia bernama Bank van Courant en Van Leening.

Sejarah pendirian Bank van Courant didorong oleh peristiwa datangnya bangsa Eropa ke Nusantara guna mencari rempah-rempah pada 1600-an.

Kala itu, di Nusantara sudah berdiri berbagai kerajaan yang mesmiliki mata uang sendiri dan beredar juga mata uang asing bernama picis dari Tiongkok.

Baca Juga: Sejarah Perang Batak, Perjuangan Masyarakat Batak Melawan Penjajah Belanda Hingga Titik Darah Penghabisan

Dua tahun berselang, pada 1602, terbentuk sebuah maskapai dagang bernama Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).

Sejak saat itu, kegiatan perdagangan di Nusantara mulai mengalami perkembangan yang siginifikan, sehingga dibutuhkan sebuah lembaga untuk menunjang kegiatan perdagangan.

Oleh sebab itu, didirikanlah Bank van Courant. Bank ini bertugas untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat dengan jaminan emas, perak, perhiasan, dan barang-barang berharga lainnya.

Enam tahun kemudian, pada 1752, Bank van Courant disempurnakan menjadi De Bank van Courant en Bank van Leening.

De Bank van Courant en Bank van Leening bertugas memberi pinjaman kepada semua pegawai VOC supaya bisa menempatkan dan memutar uang melalui lembaga tersebut. Di samping itu, imbalan bunga juga sudah mulai diperlakukan.

Sayangnya, terjadi krisis keuangan sehingga Bank van Courant harus ditutup pada 1818.

Sepuluh tahun setelah Bank van Courant ditutup, didirikanlah De Javasche Bank (DJB) sebagai penggantinya pada 1828.

Pada waktu itu, DJB diberi hak octrooi atau hak istimewa oleh pemerintah Kerajaan Belanda untuk bergerak sebagai bank sirkulasi.

Sebagai bank sirkulasi, DJB bertugas untuk mencetak dan mengedarkan uang gulden di wilayah Hindia Belanda.

Setiap 10 tahun, hak octrooi DJB akan diperpanjang sehingga secara keseluruhan DJB sudah mendapat tujuh kali masa perpanjangan. DJB pun menjadi bank sirkulasi pertama di Asia.

Memasuki 1830, DJB telah melakukan ekspansi bisnis dengan membuka kantor cabang di beberapa kota di Hindia Belanda,

seperti Semarang (1829), Surabaya (1829), Padang (1864), Makassar (1864), Cirebon (1866), Solo (1867), dan Pasuruan (1867).

Pembukaan cabang ini didorong oleh kebijakan baru yang diterapkan Belanda di Nusantara, yakni sistem tanam paksa.

Untuk mendukung kebijakan baru mereka di bidang finansial, pemerintah kolonial memanfaatkan DJB sebagai medianya.

Namun, pada masa kependudukan Jepang di Indonesia, DJB dilikuidasi. Tugas DJB sebagai bank sirkulasi pun diganti oleh bank buatan Jepang bernama Nanpo Kaihatsu Ginko (NKG).

Namun, setelah Indonesia merdeka pada 1945, DJB kembali diaktifkan oleh NICA untuk mencetak dan mengedarkan uang mereka.

Tujuannya, agar perekonomian Indonesia mengalami kemerosotan atau kekacauan.

Pendirian Bank Negara Indonesia

Akan tetapi, sesuai dengan perintah yang ada dalam UU Pasal 23 Tahun 1945, pemerintah RI kemudian membentuk bank sirkulasi bernama Bank Negara Indonesia (BNI).

Guna mengembalikan kedaulatan, BNI menerbitkan uang sendiri bernama Oeang Republik Indonesia (ORI).

Munculnya BNI milik RI dan DJB milik NICA lantas memicu terjadinya dualisme bank sirkulasi di Indonesia dan memicu pertempuran mata uang (currency war).

Pada masa ini, mata uang DJB disebut uang merah, sedangkan ORI disebut uang putih

Bank Indonesia

Pada 1952, Pemerintah Revolusi Indonesia mengambil alih DJB dan mengubahnya menjadi Bank Indonesia (BI).

Pada 1 Juli 1953, pemerintah RI menerbitkan UU No. 11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia. Berdasarkan aturan itu, Bank Indonesia resmi berdiri sebagai Bank Sentral Republik Indonesia.

Selain menjadi bank sirkulasi, BI juga mempunyai tugas lain, yakni sebagai bank komersial dengan melakukan pemberian kredit.

Pada 1965, Presiden Soekarno mencoba menyatukan seluruh bank negara menjadi bank sentral.

Oleh karena itu, dikeluarkanlah Perpres No 7/1964, yang berisi tentang berdirinya Bank Tunggal Milik Negara.

Akan tetapi, tiga tahun kemudian, pada 1968, pemerintah RI kembali mengeluarkan UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia.

UU tersebut menyebutkan tentang pengembalian tugas BI sebagai Bank Sentral Republik Indonesia. Lebih lanjut, pascareformasi, dikeluarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

BI ditetapkan sebagai Bank Sentral yang bersifat independen. Dalam UU itu, BI bertujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah serta menghapus tujuan sebagai agen pembangunan.

Sejak saat itu, BI beberapa kali mengalami perubahan, mulai dari penyempurnaan tugas dan wewenang hingga penataan fungsi pengawasan Bank Indonesia.***

 

Editor: Allegra


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah