Pergolakan tersebut berakhir saat Raja Sri Jayakasunu memerintah. Sebelumnya, Raja Jayakasunu merasa bingung mengenai penyebab banyaknya raja yang wafat di usia muda dan serangkaian bencana yang menghantam wilayahnya.
Dalam pencariannya untuk menemukan jawaban, Raja Jayakasunu memutuskan untuk bersemedi, di mana ia diduga menerima bisikan dari Dewi Durga.
Menurut cerita, Dewi Durga memberitahu Raja Jayakasunu bahwa segala masalah dan bencana yang terjadi di Pulau Dewata disebabkan oleh rakyat Bali yang tidak lagi memperingati Hari Raya Galungan.
Dari pengalaman spiritual tersebut, Raja Jayakasunu memutuskan untuk mengambil tindakan. Ia memberi perintah kepada seluruh rakyatnya untuk kembali merayakan Hari Raya Galungan secara penuh.
Baca Juga: Sediakan Ribuan Loker, Universitas Islam Bandung Gelar Unisba Career Expo 2024 Untuk Pertama Kalinya
Perayaan ini diadakan secara berkelanjutan sejak saat itu hingga sekarang, menjadi tradisi berharga yang terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Bali.
Hari Raya Galungan bukan hanya sebuah perayaan agama semata, tetapi juga menjadi simbol penting bagi kesatuan, kebersamaan, dan penghormatan terhadap tradisi dan leluhur yang tetap berakar kuat dalam kehidupan dan budaya masyarakat Hindu di Indonesia.
Makna di Balik Galungan
Sesuai dengan kepercayaan umat Hindu, Hari Raya Galungan bertujuan untuk memperingati kemenangan Dewa Indra dalam melawan Mayadenawa atau mewakili pertempuran antara kebaikan melawan kejahatan.
Perayaan Galungan mengajarkan manusia untuk mengendalikan nafsu, terutama nafsu buruk. Dalam kepercayaan Hindu, hawa nafsu manusia terbagi menjadi tiga kala.