Menelusuri Awal Mula Berkembangnya Tradisi Carok di Madura

15 Januari 2024, 16:08 WIB
Menelusuri Awal Mula Berkembangnya Tradisi Carok di Madura /

Malanghits.com, Dalam sepekan ini ramai di media sosial peristiwa carok maut yang berakhir dengan tewasnya 4 orang.

Meskipun saat ini dua pelakunya sudah diamankan dan dinyatakan sebagai tersangka, namun masih banyak masyarakat yang penasaran dengan tradisi Carok asal Madura ini.

Carok adalah suatu tradisi yang melekat di masyarakat Madura.

Baca Juga: Menelusuri Kisah Tjong A Fie, Crazy Rich Legendaris Tionghoa yang Berpengaruh di Medan

Ini merupakan tradisi dimana seseorang yang berusaha mempertahankan harga dirinya maupun keluarga, bagi orang lain yang ingin melecehkan istri ataupun anaknya.

Bisa juga, seseorang tersebut berusaha menjaga nama baik keluarganya, dengan cara apapun.

Dengan kata lain, carok adalah suatu tindakan menghabisi nyawa orang demi mempertahankan nama keluarga.

Baca Juga: Mengenal Silek Tuo, Tradisi Beladiri Urang Minang yang Makin Terkikis Zaman

Sejarah Carok

Masyarakat Madura mengusung filosofi atau semboyan "Lebbi Begus Pote Tollang E Tembeng Pote Matah," yang dapat diartikan sebagai lebih baik meninggal di bawah tanah daripada harus menanggung malu.

Filosofi ini menjadi landasan untuk berkembangnya tradisi carok.

Asal-usul tradisi carok dapat ditelusuri pada periode penjajahan Belanda pada abad ke-18 M di Pulau Madura.

Baca Juga: Sejarah Gladiator, Salah Satu Bentuk Pengorbanan Manusia di Dunia Kuno

Awal mula munculnya carok terkait dengan peristiwa penangkapan dan hukuman gantung terhadap pemberontak bernama Pak Sakera di Pasuruan, Jawa Timur.

Pada masa itu, ketika masyarakat Madura mulai memberontak, mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang dimanipulasi oleh pihak penjajah Belanda.

Strategi Belanda adalah menciptakan konflik internal, dengan memprovokasi kelompok keluarga Blater (jagoan) sebagai alat mereka melawan kelompok rakyat yang memberontak.

Baca Juga: Menelusuri Benteng Masada di Israel dan Misteri Bunuh Diri Massal Tersuram Dalam Sejarah Dunia

Carok pada zaman itu bukanlah pertarungan dengan senjata tradisional seperti pedang atau keris, melainkan menggunakan celurit sebagai senjata utama.

Belanda sengaja memberikan celurit ini kepada kelompok Blater untuk merusak citra Pak Sakera sebagai pemilik sah celurit, yang pada awalnya digunakan sebagai simbol perlawanan.

Dengan demikian, celurit berubah menjadi simbol kekuasaan dan pertarungan antara golongan.

Bagi Belanda, celurit melambangkan senjata para jagoan dan penjahat, menciptakan filosofi hidup yang meresap dalam masyarakat Madura.

Carok memiliki akar penyebab utama yang melibatkan perselingkuhan, pelecehan terhadap istri orang, serta sengketa terkait tanah dan sumber daya alam.

Tata cara Carok

Pelaksanaan carok dibedakan menjadi dua metode utama, yaitu ngonggai dan nyelep, dengan menggunakan senjata khas Madura, yaitu celurit.

Adapun persyaratan untuk terlibat dalam carok mencakup kesiapan fisik dan mental (kadigdajan), kekebalan tubuh (tampeng sereng), serta kemampuan finansial untuk memulai dan menanggung biaya selama proses carok (banda).

Proses carok melibatkan berbagai tahapan, termasuk persetujuan dari keluarga, pelaksanaan di lokasi terpencil yang sulit dijangkau oleh masyarakat umum, serta pertukaran celurit dan penyampaian pesan kepada keluarga masing-masing jika ada korban jiwa.

Sebelum terlibat dalam duel, para pelaku carok umumnya meminta restu dan doa dari keluarga mereka.

Setiap pelaku harus mendapatkan persetujuan keluarga sebelum terlibat dalam pertarungan tersebut.

Tradisi ini mencerminkan kompleksitas nilai-nilai dan tradisi yang masih dihormati dalam masyarakat setempat.***

 

Editor: Jingga Almadea

Tags

Terkini

Terpopuler